Diklat Internasional MSG dan Facific: Sentuhan Bioteknologi dalam Mengolah Limbah Pertanian
By Admin
Bioteknologi Pertanian (Ilustrasi)
nusakini.com - Saat ini, produksi pangan dan pasar memiliki peran penting untuk bermain dalam bisnis sebagai langkah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan mendorong pertanian.
Fenomena tersebut menjadikan negara berkembang memperoleh manfaat lebih luas untuk produk-produknya dalam perdagangan bebas.
Hal yang difokuskan adalah pada peningkatan nilai-nilai produk, terutama untuk menghasilkan makanan substitusi/ dieversifikasi sebagai langkah untuk mengatasi kekurangan gizi dan meningkatkan kesejahteraan bersama.
Hal ini diungkapkan Senior Diplomat Representing by Directorate of Technical Cooperation Ministry of Foreign Affairs Republick of Indonesia, Muh. Syarif Alatas pada acara Diklat Internasional MSG dan Fasific, Senin (19/9/2016)
Menurutnya, tren saat ini menunjukkan bahwa konsumen lebih memilih untuk produk makanan alami, bergizi dan sehat (functional foods), tapi dengan cepat disajikan. Tidak hanya penampilan dan rasa, tetapi lebih pada manfaat untuk kesehatan.
“Petani dan usaha kelompok kecil harus menjawab tantangan tersebut dengan meningkatkan kapasitas mereka dalam produksi pangan sehat, untuk memenuhi kebutuhan pasar yang potensial”, ujarnya.
Menganggapi hal ini, Kementerian Pertanian melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan sumber Daya Manusia Pertanian menunjuk Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan untuk melaksankan diklat Added Value and Processing of Agriculture Products by Zero Waste for MSG and Pasific Countries. Diklat ini akan difokuskan pada teknologi pengolahan melalui sistem zero waste pada tiga komoditas yaitu ubi jalar, pisang dan kelapa.
Kepala Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Adang Warya menjelaskan, Ketindan Pengolahan hasil pertanian umumnya dikenal sebagai strategi mengubah bahan baku, dengan cara fisiologis atau kimia ke dalam makanan, atau makanan ke dalam bentuk lain.
“Pengolahan limbah pertanian yang dihasilkan dari sisa/pengolahan makanan membutuhkan penanganan yang tepat”, katanya.
Kegiatan pertanian, menurut Adang Warya, baik itu budidaya maupun pengolahan hasil pertanian, menghasilkan potensi limbah. Indonesia menghasilkan potensi limbah pertanian tertinggi di antara negara-negara ASEAN, yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan bioenergi.
“Limbah pertanian perlu sedikit sentuhan teknologi untuk memiliki nilai tambah melalui pengolahan limbah, menjadi makanan, pakan atau bio-industri. Dengan demikian, sistem pengolahan limbah menjadi paket bisnis yang menjanjikan, baik untuk kebutuhan hidup sehat, diversifikasi pangan, dan keberlanjutan lingkungan”, jelasnya
Menurut Adang, Strategi komoditas berfokus bagaimana produsen memakai biaya miminum untuk produksi (murah) atau biasa disebt “supply-side”. Dan sebaliknya strategi nilai tambah melibatkan sisi permintaan menentukan siapa pelanggan/ konsumen.
“Strategi itu butuh sumberdaya yang memadai, sumber daya alam yang bisa menghasilkan nilai tamah, sehingga strategi tersebut akan menyediakan produk yang efisien untuk menekan biaya produksi dan juga memenuhi kebutuhan pasar”, pungkasnya.(p/mk)